SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Setelah menjaring lebih dari 100 judul film, jumlah film yang masuk dalam 22 kategori unggulan yaitu sebanyak 20 film cerita, 6 mm film dokumenter panjang, 7 film dokumenter pendek, 10 film pendek dan 5 film animasi pendek. Panitia pelaksana telah mengumumkan daftar nominasi FFI 2017 pada 5 Oktober 2017 lalu.
Film-film nominasi yang telah diumumkan merupakan hasil dari seleksi 16 organisasi perfilman atau komunitas terpilih seperti APROFI, APFI, IFDC, KFT, PILAR, ICS, INAFED, IPD, IMPACT, RAI, PARFI 1956, BOEMBOE, CLC PURBALINGGA, IN-DOCS, FESTIVAL FILM DOKUMENTER, AINAKI, dan HELLO MOTION.
Selanjutnya, film-Film nominasi ini dinilai oleh 75 juri akhir dan juri mandiri yang dipilih berdasarkan kapasitasnya dalam dunia seni serta media yang turut membangun ekosistem perfilman Indonesia, seperti kritik, politik budaya, pengarsipan, penyelenggaraan festival, dan kajian. Diantaranya Abduh Aziz, Agni Ariatama, Eros Djarot, Hafiz Rancajale, JB Kristanto, Nicholas Saputra, Dr.Seno Gumira Adjidarma, Usman Hamid, Amelia Hapsari, Dr.Gadid Arivia, Dr.Inaya Rakhmani, Leila S Chudori, Lisabona Rahman, Lulu Ratna, Nan T Achnas, Ninuk Mardiana Pambudy, Prima Rusdi serta Petty S Fatimah.
Proses penjurian berlangsung secara online dan pemutaran di jaringan bioskop yang ditunjuk mulai tanggal 10 hingga 24 Oktober 2017. Pada sistem online setiap juri akan diberikan akun dan password untuk menilai kategori yang ditetapkan. Sistem ini memungkinkan panitia melakukan verifikasi agar tidak ada juri yang luput menonton sebelum memberikan penilaian setiap karya. Filmfilm yang dinilai di bioskop adalah untuk kategori Film terbaik, penata sinematograii, penata suara dan visual efek. Kedua sistem ini kemudian akan melakukan penilaian dengan mekanisme voting untuk menetapkan pemenang di 22 kategori penghargaan serta penghargaan khusus berupa lifetime achievement danin memoriam. .
Riri Riza selaku Ketua Bidang Penjurian PF! 2017, di CGV Auditorium 11, Jakarta, secara khusus memberikan apresiasi terhadap daftar nominasi yang masuk tahun lni. “Keragaman tema yang diangkat dalam film yang masuk sebagai nominasi cukup positii”, jelasnya. Dari lima film yang menjadi nominasi kategori film terbaik berasal dari genre dan tema berbeda yaitu Cek Toko Sebelah (genre komedi, pluralisme), Kartini (genre drama, sejarah biografi), Posesif (genre drama, percintaan remaja, Night Bus (Thriller) dan Pengabdi Setan (genre horor, keluarga).
Masing-masing Film tersebut juga berhasil mendominasi raihan jumlah nominasi dibanding film lainnya. Sementara pencapaian lainnya terlihat pada film dokumenter dan Film pendek yang sangat kaya akan gagasan dan pendekatan. Khusus film dokumenter panjang telah menunjukkan kemajuan dan kemungkinan baru dengan meluasnya distribusi hingga ke layar lebar, lanjut Riri.
Seperti yang telah disampaikan, FFI 2017 mengutamakan tiga kriteria berikut sebagai dasar penilaian: Pertama; Kejernihan gagasan dan tema, film yang memiliki kejernihan gagasan dan tema yang relevan dengan situasi dan perkembangan zaman. Kedua; Kualitas teknis dan estetika, film dengan pencapaian teknis dan estetika berkualitas yang mendukung keutuhan gagasan serta tema. Dan ketiga ; Profesionalisme, film yang merefleksikan profesionalisme dan keterampilan pembuat film dalam mewujudkan gagasannya.
Sementara itu, Wina Armada SH, mewakili Wartawan Film dan Kebudayaan secara tegas menyatakan Tidak Mempercayai dan Menolak Hasil Kerja Panitia FFI 2017, sehubungan dengan tata cara dan sikap yang dilakukan oleh Panitia Festival Film Indonesia (FFI) 2017.
Hal tersebut, terkait dalam syarat film peserta FFI 2017 yang dibuat oleh panitia FFI sendiri, dan dituangkan dalam buku pedoman FFI 2017, dengan jelas disebutkan bahwa film peserta FFI 2017 harus sudah diputar di tempat umum berbayar. Menurut UU perfilman, setiap film yang diputar di tempat umum untuk publik harus lebih dahulu lolos sensor dan karena itu mempunyai Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) sebelum ditayangkan di depan umum.
Jadi, sudah sangat terang benderang, lanjut Wina, bahwa film Posesif setelah diumumkan menjadi salah satu nomine Film Terbaik dan sembilan unsumya, temyata belum pernah disensor dan belum memiliki STLS. Hal ini sudah di konfirmasi dengan Lembaga Sensor Film (LSF) dan LSF telah menegaskan bahwa film Posesif baru disensor sehari setelah diumumkan sebagai peraih 10 Nominasi FFI 2107.
Fakta ini menunjukan bahwa panitia FFI 2017 telah melakukan dua pelanggaran sekaligus: Yakni melanggar UU perfilman, yaitu menayangkan film yang belum disensor untuk umum dan Melanggar syarat peserta FFI yang dibuat sendiri oleh panitia FFI 2017.
Meski sudah berkali-kali secara terbuka meminta agar film Posesif tidak diikutsertakan dalam FFI 2017, namun pendapat dan usulan kami bukan saja tidak digubris tetapi sebaliknya kami dipandang oleh Panitia FFI sebagai provokator dan wartawan yang tidak sehat, tegas Wina.
Sistem penentuan nominasi fllm dan unsur-unsurnya yang dilakukan oleh asossiasi film, selain tidak transparan, tidak memiliki pedoman yang jelas bagaimana asosiasi fllm menentukan pilihan dan kenyataan tidak semua asosiasi film terlibat dalam penentuan nominasi, menunjukkan adanya sebuah pola mekanisme sistem yang tidak transparan dan tidak berjalan dengan baik.
Bahkan sudah berkali-kali secara terbuka meminta mekanisme sistem ini dijelaskan kepada publik dan apabila ada kekurangan untuk segera diperbaiki, tetapi tidak mendapat tanggapan yang memadai dari Panitia FFI 2017 dan mereka bersikukuh dengan pendapat sendiri bahwa film Posesif telah memenuhi semua persyaratan yang ditentukan (Sensor on Process). Disamping Panitia FFI sempat memakai Logo FFI yang merupakan hasil jiplakan dari logo sebuah festival film internasional, sehingga merupakan pelanggaran hak cipta.
Keberadaan dan pelaksanaan Festival Film Indonesia (FFI) tidak dapat dilepaskan dari peranan dan kedudukan wartawan film dan kebudayaan sena kritikus film Indonesia. Kelahiran FF I tahun 1955 dibidani oleh para wartawan seperti Djamaludin Malik, Usmar Ismail dan kawan-kawan.
Begitu pula tatkala FFI sempat berhenti dan akan dihidupkan kembali, wartawan film dan kebudayaan telah merelakan Pemilihan Aktris dan Aktor Terbaik yang diselenggarakan oleh para wartawan film dan kebudayaan dileburkan ke dalam FFI. Dengan demikian, FFI bukanlah milik segelintir orang. Oleh karena itu wartawan senanantiasa memiliki kepedulian terhadap penyelenggaraan FFI, termasuk terhadap penyelenggaraan FFI 2017.
Penyelenggaraan FFI 2017 dibiayai uang negara, baik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (Sulawesi Utara). Oleh karena itu, penyelenggaraan FFI 2017 harus dapat dipantau dan diawasi secara terbuka oleh publik, termasuk oleh para wartawan film dan kebudayaan serta kritikus film.
(tjo/foto ist