SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon bersama beberapa Anggota Dewan mengusulkan hak angket, untuk menginvestigasi pelantikan kembali Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta meski berstatus terdakwa kasus penodaan agama. Angket itu untuk menguji kebijakan pemerintah melantik Ahok kembali, Senin (13/2/2017)
“Kami dari Fraksi Gerindra, akan mengajukan angket ‘Ahok Gate’. Karena ini terkait dugaan pelanggaran terhadap UU KUHP 156a, dan UU Nomor 23 tahun 2014,” kata Fadli Zon, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Kebijakan yang diduga dilanggar Pemerintah itu yakni KUHP, UU Pemda, dan tidak sejalan dengan yurisprudensi terkait pemberhentian gubernur bahkan sebelum masuk pengadilan sudah diberhentikan, lanjut Fadli Zon, bahkan dicontohkannya, kepala daerah yang pernah diberhentikan sebelum divonis adalah mantan Gubernur Banten, Sumut, dan Riau.
Fadli menilai, Mendagri melanggar janji akan memberhentikan Ahok kalau sudah selesai masa cutinya. Dan sebagaimana diketahui, usulan hak angket digulirkan menyikapi kontroversi keputusan pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri yang tidak menerbitkan pemberhentian sementara Ahok. Kemendagri beralasan menunggu nomor registrasi dari pengadilan serta cuti kampanye Ahok selesai.
Namun, meski kampanye Ahok berakhir pada Sabtu (11/02/2017) lalu, Kemendagri tidak juga mengeluarkan surat keputusan penonaktifan Ahok. Ahok pun kembali ke Balai Kota sebagai Gubernur ibu kota. Serah terima jabatan dengan pelaksana tugas gubernur DKI Sumarsono dilakukan Sabtu (11/02/2017) lalu.
Berbeda dengan Fadli Zon, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyarankan kepada Anggota Dewan untuk tak langsung menggunakan hak angket untuk menyelidiki persoalan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang tak kunjung dinonaktifkan meski sudah menjadi terdakwa dalam kasus penodaan agama. Sebaiknya menggunakan hak bertanya atau interpelasi terlebih dahulu.
“Diinterpelasi saja dulu biar Presiden datang ke DPR menjelaskan. Karena penjelasan Kemendagri itu sebetulnya penjelasan Presiden. Tapi perlu jawaban resmi dari Presiden yang dibaca di Paripurna, interpelasi namanya,” kata Fahri.
Penggunaan hak bertanya penting karena ada unsur interpretasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atas Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) untuk mempertahankan Ahok.
Bahkan interpretasi Kemendagri ini di luar dari normal cara menginterpretasi hukum, di luar kelaziman membaca teks-teks hukum.
Bila penjelasan presiden baik langsung atau tertulis di depan forum paripurna dianggap tidak cukup, DPR kemudian bisa menggunakan hak angket atau penyelidikan. Sebab, Fahri melihat banyak keanehan dari sikap pemerintah yang mengistimewakan Basuki. (Tony/tjo)