SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Dukungan Ahok (Basuki Tjahja Purnama) menurun sejak survei Maret 2016, Juli 2016 dan Oktober 2016, menuju di titik rawan, demikianlah kesimpulan hasil survei LSI Denny JA, yang baru saja selesai (28 September-02 Oktober 2016), dengan total responden berjumlah 440 responden secara wawancara tatap muka.
Riset dilakukan dengan metode multi-stage random sampling. Margin of Error plus minus 4,8%. Survei independen ini dilengkapi dengan kualitatif riset (FDG/focus group discussion, media analisis, dan depth interview). Dan survei LSI bulan Maret 2016, mendapatkan Ahok pribadi begitu perkasa dengan tingkat elektabilitas 59,3 persen. Dibandingkan dengan elektabilitas 10 kompetitor calon gubernur lainnya yang digabung menjadi satu.
Namun di bulan Oktober 2016, elektabilitas Ahok pribadi merosot hanya diangka 31,1%. Ia memang masih diatas Agus sebesar 22,30 persen dan Anies sebesar 20,20 persen. Namun, bila Anies ditambah Agus (42,5 persen) sudah mengalahkan Ahok (31,1 persen) dengan selisih 11,4 persen. Selisih ini marginnya double digit, di atas 10 persen.
Jika berpasangan, pasangan Ahok-Djarot (Basuki Tjahja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat) juga hanya unggul tipis saja terhadap pasangan lainnya. Ahok-Djarot 31,4 persen, Anies-Uno (Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahudin Uno sebanyak 21,1 persen dan pasangan Agus-Sylviana (Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni) sebanyak 19,3 persen. Namun masih ada Pemilih yang belum memutuskan, tidak tahu/tidak jawab atau rahasia totalnya sebanyak 28,2 persen.
Dengan angka dukungan ini, dan pilkada masih empat bulan lagi, jika tidak ada perubahan radikal, hampir pasti pilkada berlangsung dua putaran. Sehingga tidak ada yang unggul mutlak diatas 50 persen. Artinya di putaran pertama, siapapun kini bisa tersingkir. Apalagi tren terus menurun, Ahok pun bisa tersingkir di putaran pertama.
Mengapa Ahok kini merosot? Sejak bulan Maret 2016, Ahok sudah menjadi common enemy terutama di dunia media sosial (social media). Aneka group Whatsapp (WA), bahkan di media konvensional semakin banyak yang kritis padanya. Ada empat alasan mengapa Ahok menjadi common enemy, data ini diperoleh melalui riset kualitatif.
Pertama, akibat Isu kebijakan publik yang tak disukai: kebijakan penggusuran beberapa wilayah (Kampung Pulo, Kalijodo, Pasar Ikan, Kampung Luar Batang, dan lainnya) dan kebijakan reklamasi teluk. Dimana aneka gerakan civil society di bidang terkait ikut membesarkan sentimen anti Ahok.
Kedua, lsu personality. Karakter Ahok yang kasar dan suka memaki orang di publik dianggap bukanlah tipe pemimpin yang layak diajarkan bahkan ditonton anak-anak. Jika Ahok menang dengan karakter seperti itu, Ahok akan ditiru. Belum lagi sikapnya yang dinilai tidak konsisten.
Ketiga, isu primordial. Hasil riset LSl (Lingkaran Survei Indonesia) menyebutkan terdapat sekitar 40 persen pemilih muslim DKI tidak bersedia dipimpin oleh pemimpin yang non muslim. Mereka berupaya agar Ahok tidak terpilih sebagai bagian dari girah agama.
Dan Keempat, hadirnya kompetitor yang fresh: Agus Harimurti dan Anies Baswedan. Dua figur ini belum dibicarakan dua bulan lalu. Kehadiran mereka kini bisa mengambil banyak pemilih yang dulu pro-Ahok.
Namun banyak sukses story ahok yang juga dipuji. Kali jakarta yang bersih, hadirnya pasukan oranye yang sigap membenahi lingkungan, keberanian Ahok melawan sisi gelap politik tetap diapresiasi. Success story itu yang membuat dukungan Ahok masih nomor satu walau sudah merosot drastis.
Kembali ke pertanyaan awal, Akankah Ahok kalah di putaran pertama atau di putaran kedua pilkada DKI 2017? Jawabnya, Ahok masih bisa menang jika ia membuat gebrakan baru. Jika tidak, trend menunjukkan Ahok tak sekuat dulu dan bisa dikalahkan. Jika pilkada hari ini, bersatunya kekuatan Anies dan Agus di putaran kedua, potensial mengalahkan Ahok (ist/tjo)