SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Panitia Khusus DPR RI tentang Pemilihan Umum (Pansus Pemilu), hari ini menawarkan lima opsi paket untuk salah satunya diputuskan, Kamis (13/07/2017) dalam rapat kerja pansus bersama pemerintah, demikian ditegaskan Lukman Edy di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Jadi dengan demikian tinggal menunggu keputusan fraksi dalam pandangan mini fraksi dan pandangan resmi pemerintah terkait lima isu krusial.
Apabila saat raker bersama pemerintah belum terjadi mufakat, maka ke-lima opsi tersebut akan diajukan ke rapat paripurna pada pekan depan, 20 Juli 2017 untuk diambil keputusan melalui voting secara suara terbanyak.
Kelima opsi paket tersebut, yaitu:
Paket A : Presidential Threshold 20 – 25 Persen, Parliamentary Threshold 4 persen, Sistem Terbuka, Alokasi Kursi per Dapil 3 – 10, Metode Konversi suara Saint Lague.
Paket B: Presidential Threshold 0 Persen, Parliamentary Threshold 4 persen, Sistem Terbuka, Alokasi Kursi per Dapil 3 – 10, Metode Konversi suara Quota Hare.
Paket C: Presidential Threshold 10 – 15 Persen, Parliamentary Threshold 4 persen, Sistem Terbuka, Alokasi Kursi per Dapil 3 – 10, Metode Konversi suara Quota Hare.
Paket D:Presidential Threshold 10 – 15 Persen, Parliamentary Threshold 5 persen, Sistem Terbuka, Alokasi Kursi per Dapil 3 – 8, Metode Konversi suara Saint Lague.
Paket E:Presidential Threshold 20 – 25 Persen, Parliamentary Threshold 3.5 persen, Sistem Terbuka, Alokasi Kursi per Dapil 3 – 10, Metode Konversi suara Quota Hare.
“Sebenarnya tidak ada yang sulit untuk diputuskan. Memang dalam RUU Pemilu ini dari lima isu yang muncul merucut kepada satu isu, yaitu ambang batas pencalonan presiden. Kalau pemerintah mengikuti putusan MK (Mahkamah Konstitusi) maka pemerintah tidak bisa ngotot dengan dua puluh persen. Sudah banyak pakar, ahli, menyatakan ini illegal kalau ada PT. Karena pemilu serentak ini memang baru pertama dilakukan,” ujar Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu DPR RI, Ahmad Riza Patria menyayangkan.
Dengan kata lain, kalau tetap ada PT, lanjut politisi dari Fraksi Partai Gerinda ini, maka diyakininya akan banyak pihak yang menggugatnya, karena bertentangan dengan keputusan MK. Dan selanjutnya masih akan menunggu apakah MK mau mengabulkan atau menolak jika kelak ada gugatan terkait hal tersebut.
Sehingga tidak ada perlu ada wacana kembali ke Undang-Undang yang lama, bahkan hingga menerbitkan Perppu. Ada mekanisme musyawarah untuk mufakat, bahkan jalan terakhir voting atau pengambilan suara. Apalagi RUU ini menyangkut kepentingan rakyat.
Sementara pengamat politik LIPI, Siti Zuhro hanya mengingatkan bahwa jangan ada calon tunggal. Karena jika itu terjadi maka akan dipertanyakan apa fungsi partai politik selama ini. Menurutnya berdemokrasi itu bukan saja partisipasi, tapi juga harus ada kompetisi dan kontestasi.
(tjo; foto ist