SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Indonesia kedepan membutuhkan perubahan paradigma dan mindset dalam persoalan pengentasan kemiskinan. Melihat pengentasan kemiskinan harus berarti pemberdayaan orang miskin (kaum dhuafa). Untuk itu, perlu debirotikrasi, efisiensi dan kemandirian. Diantaranya melalui profetik filantropreneur (prophetic philanthropreneur) yang dijabarkan dalam prophetic socio-technopreneurship (wirausaha sosial profetik) untuk memutus lima lingkaran kemiskinan.
Demikian diungkapkan Parni Hadi, selaku inisiator serta Ketua Dewan Pembina Dompet Dhuafa saat menjadi keynote speech dalam Diskusi Indonesia Poverty Outlook 2020 yang digagas Indonesian Development and Islamic Studies (IDEAS) di Auditorium Adhiyana Wisma Antara, Jakarta (9/12).
Parni Hadi yang berbicara selaku keynote speech menggantikan Dr. Ir. Lukmanul Hakim, Staf Khusus Bidang Ekonomi dan Keuangan Wakil Presiden RI, yang berhalangan hadir, menambahkan bahwa potret upaya pengentasan kemiskinan Indonesia sepertinya tak habis habis, meski disisi lain tingkat pengangguran kita menurun. Oleh karenanya butuh kajian yang kritis mengupasnya mengapa masih banyak saja kemiskinan.
“Butuh aplikatif komprehensif untuk mengentaskan kemiskinan. Sejak jaman orde baru hingga sekarang pengentasan kemiskinan sepertinya tak pernah selesai. Padahal tujuan pembangunan untuk mengurai kemsikinan. Tapi faktanya, semua hal untuk mengentaskan kemiskinan dijadikan proyek. Oleh karenanya diskusi ini harus dilakukan untuk mendapatkan jawabannya,” tukas Parni Hadi, mantan wartawan Antara dan Republika ini.
Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2019 mencapai 25,14 juta jiwa atau sekitar 9,82% dari total penduduk. Jumlah tersebut berkurang 530 ribu jiwa dibandingkan posisi September tahun lalu dan menyusut 805 ribu jiwa dibandingkan posisi Maret tahun lalu. Saat ini kemiskinan itu terbanyak di pedesaan dari pada perkotaan, di Pedesaan itu sekitar 12% sementara di Perkotaan 6% dari jumlah total orang miskin, jadi lebih banyak orang miskin di pedesaan.
Butuh peran berbagai lapisan masyarakat dalam membantu pemerintah menanggulangi kemiskinan. Dan beraneka ragam situasi dan kondisi Ekonomi yang melanda negeri, mendorong Dompet Dhuafa menyelenggarakan diskusi ini yang mengangkat tema Peta Strategi Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pertumbuhan Ekonomi (Pro-Poor City Index).
Mengingat peran Dompet Dhuafa selama 26 tahun berdiri, berfokus dalam pengentasan kemiskinan. Sekaligus sebagai lembaga yang mengelola dana Islam social (social Islamic fund), dalam upaya pemberdayaan kaum dhuafa, baik ekonomi, kesehatan, pendidikan, maupun pelayanan sosial kemasyarakatan. Bahkan salah satunya melalui program Dari Desa, Demi Desa (back to village), yang merupakan percikan gagasan untuk memakmurkan desa, tempat bermukim mayoritas orang miskin di lndonesia (Prawacana Desa Development Index).
Data kajian Lembaga Think Tank bentukan Dompet Dhuafa, IDEAS pun mencatatkan pertumbuhan garis kemiskinan yang rendah sepanjang 2016-2019. Meski di satu sisi menggambarkan keberhasilan pengendalian harga komoditas kebutuhan pokok. Namun di saat yang bersamaan juga menggambarkan kenaikan pengeluaran rumah tangga miskin yang dipicu oleh bantuan sosial. Seperti dalam 4 tahun terakhir (Maret 2015 Maret 2019) 3,45 juta penduduk mampu keluar dari kemiskinan. Namun pencapaian ini lebih rendah dari target RPJMN yang mentargetkan angka kemiskinan 7-8 persen pada 2019.
Sementara itu, Dr.Hendri Saparini, Direktur Eksekutif Core Indonesia, mencatat bahwa sering kali kebijakan pengentasan kemiskinan pemerintah datangnya justeru dari bottom up dan diserahkan kepada masing masing Kementerian. Bukankah akan lebih baik dilakukan secara top down sehingga memiliki satu fokus untuk mengentaskan kemiskinan secara koordinatif.
Negara mendapat amanah menjamin kebutuhan dasar dan pelayanan dasar bagi masyarakat miskin yang tidak produktif secara ekonomi (orang tua, anak anak dan difable, red). Disamping memberi kesempatan bekerja bagi masyarakat miskin dengan menciptakan lapangan kerja yang layak secara aktif, jelas Dr.Hendri Saparini.
Selanjutnya drg.Imam Rulyawan, Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa pun menjabarkan bahwa oleh karenanya Dompet Dhuafa akan masuk ke desa-desa, akan menguatkan dari desa untuk desa, melalu program dari penerima zakat menjadi pemberi zakat. Dengan peningkatan kapasitas penerima manfaat dari skala rumah tangga kita naikkan menjadi skala industri di beberapa titik wilayah, kita siapkan konsep dari hulu sampai hingga ke hilir.
“Mulai dari produksi, permodalan, pendampingan, sampai ke hilir sampai ke marketnya, sampai pabrikannya kita sediakan, salah satunya lahan di Subang, Jawa Barat, dengan lahan 10 hektar luasnya, dengan cakupan kebun buah Naga, Pepaya, Nanas. Dompet Dhuafa memastikan membantu kaum dhuafa, modal dan market sudah terpegang terlebih dahulu,” ungkap Imam Rulyawan.
Sebagai catatan, penghimpunan target Dompet Dhuafa tahun 2019 sekitar Rp.450 Miliar dan realisasinya sekitar Rp.300 Miliar per Oktober 2019. Target ini sudah naik 28%. Jadi dari Januari hingga per Oktober 2019 dibandingkan Januari per Oktober 2018 lalu, sudah naik 28%.
Poverty Outlook 2020 ini, diharapkan dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan upaya pengentasan kemiskinan di tahun yang akan datang baik bagi pemerintah maupun pihak swasta yang memiliki fokus di bidang pengentasan (pemberdayaan) kemiskinan. Selain itu, kegiatan ini diharapkan dapat memberi pandangan dan masukan terkait program yang telah dijalankan oleh pemerintah maupun lembaga lainnya, serta kebijakan yang telah ada terkait upaya penanggulangan kemiskinan.
(tjo; foto ence