SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Rabu 28 Februari 2018, menjelang Dhuzur, Gedung Muamalat Tower di Jalan Prof. Dr. Satrio, Kuningan, Setia Budi, Jakarta Selatan, lantai 20, dipenuhi oleh jamaah PayTren dan Darul Quran. Waktu itu dikabarkan bahwa Bank syariah pertama di Indonesia itu mengalami kesulitan keuangan.
Momentum ini dimanfaatkan Yusuf Mansur untuk mendatangkan pasukan PayTren, Darul Quran, dan siapa saja yang bersimpati untuk datang ke Muamalat Tower. Tujuannya ramai-ramai membuka rekening tabungan di Bank Muamalat. Langkah selanjutnya, Yusuf Mansur akan membeli sebagian saham bank tersebut. Tetapi peristiwa di Muamalat Tower itu hanya tontonan belaka. Faktanya, Yusuf Mansur tidak jadi membeli sebagian saham Bank Muamalat.
Kemudian, pada 8 Agustus 2018, Yusuf Mansur membuat kejutan baru ketika PayTren meneken kerjasama dengan PT Info Media Digital, pengelola portal berita Tempo.co. Dikabarkan juga bahwa Yusuf Mansur akan membeli 5 % dari saham Tempo dengan nilai Rp 27 Milyar.
Yusuf Mansur pun menuturkan, bahwa, “PayTren bersemangat untuk ikut memiliki Tempo, bukan sekadar menikmati sajian beritanya. Enggak ditawarin aja, kita harus nanya, bisa enggak ikut memiliki? Ya, bismillah,” katanya.
Dan Tempo melihat PayTren sebagai komunitas dari berbagai kalangan, bukan hanya para orang tua, pekerja, bahkan berisi orang-orang muda yang dinamis dan mengembangkan diri dengan kemampuan berjejaring yang kuat. Semangat mengubah keadaan menjadi lebih baik itu terlihat jelas pada diri pemimpinnya, Ustad Yusuf Mansur, kata Direktur Utama PT Tempo Inti Media Tbk, Toriq Hadad saat meneken nota kerja sama, waktu itu.
Selsnjutnya, Rabu (9/05/2019) BRI Syariah resmi menjual sahamnya di pasar modal dengan melepas 2,62 miliar saham baru (27 persen) dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Lagi lagi, Yusuf Mansur membeli atas nama individu, Koperasi Indonesia Berjamaah (Kopindo) dan Paytren Aset Manajemen.
Untuk pembelian saham ini, Yusuf masuk di segmen ritel dengan Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), yang besarnya hanya satu persen dari total dana Rp 1,3 triliun. Saham yang dijual hanya Rp. 13 milyar yang dibeli oleh 6.037 pihak. Yusuf Mansur hanyalah 1 dari 6.037 pembeli. Jika dibagi rata, masing-masing hanya bisa membeli saham dengan nilai Rp. 2.153.387. Tentu saja, ini adalah angka yang sangat kecil jika dibandingkan dengan pemberitaannya yang bombastis di berbagai media itu.
Dari ketiga persoalan beli membeli saham diatas, Bank Muamalat, Tempo dan BRI Syariah, hanya BRI Syariah yang berhasil. Itu pun jumlahnya sangat kecil. Nampaknya, para anggota PayTren pun enggan ikut-ikutan membeli saham. Boleh jadi pengalaman dengan Bank Muamalat membuat mereka belajar lebih banyak lagi.
Seperti diketahui, dari kasus Bank Muamalat, komunitas Yusuf Mansur hanya sebatas membuka rekening. Tidak lebih dari itu. Itu pun nasibnya sekarang tidak jelas. Bisa jadi mereka membuka rekening, lalu diam, sama dengan kebanyakan orang, hanya punya nomor rekening saja. Tak lebih dari itu. Bahkan ketika ditanyakan mengapa gagal membeli saham di Bank Muamalat? Yusuf Mansur menjawab. “Bukan karena kitanya, tapi karena faktor yang ada di Bank Muamalat,” jawabnya, enteng, tanpa beban.
Adapun terkait pembelian saham Tempo, rupanya, kerjasama tersebut baru sebatas meneken tandatangan. Belakangan, menurut Yusuf Mansur, pembelian saham itu sifatnya penawaran kepada jamaah. Jika jamaah berkenan, ya jadi, jika tidak ada respon, ya tidak jadi.
Dalam kasus Tempo, boleh jadi, omongan Yusuf Mansur benar, “sifatnya penawaran kepada jamaah.” Tapi rupanya gayung tak bersambut. Tempo bukanlah bacaan jamaahnya Yusuf Mansur. Bukan juga bacaannya orang-orang PayTren. Karena itu wajar jika mereka tidak merespon ajakan Yusuf Mansur.
Pemberitaan pembelian saham Bank Muamalat, Tempo maupun BRI Syariah, membuat jagad media memberitakan secara bombastis, namun tanpa mengawal pemberitaannya secara cermat. Hal tersebut, lantaran kelanjutan beritanya tak ada lagi. Seperti Tempo (dan juga sebagaimana media-media lainnya, red) hanya memberitakan pembelian saham itu sekali. Itu pun di awal MoU. Setelah itu, tidak ada lagi beritanya. Para pimpinan Tempo pun tidak ada yang berkomentar lebih lanjut tentang hal tersebut.
Rencana boleh gagal. Tetapi nama Yusuf Mansur tetap moncer. Ia menang di start, kedodoran di finish. Ia pandai memanfaatkan media yang rata-rata hanya memberitakan di start, tidak pernah mengawal beritanya sampai finish. Ia memang piawai mem-branding dirinya. Ia memang lihai mencitrakan dirinya sebagai orang yang peduli melalui aksi aksinya. Tapi, satu hal yang ia lupa, kebohongan-kebongan yang ia lakukan, lambat laun akan terbuka tabirnya.
Inilah yang tidak banyak orang tahu tentang kelanjutan berita-berita awal yang heboh itu. Buktinya, dalam kasus Bank Muamalat, jelas gagal. Dalam kasus saham Tempo pun sama saja. Dalam kasus BRI Syariah, tidak signifikan.
(Oleh HM Joesoef ; foto dok