SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Permasalahan proyek reklamasi pantai Jakarta terus berlangsung, apalagi setelah para pengembang di Pulau D yang saat ini dikembangkan oleh PT.Kapuk Naga Indah (Agung Sedayu Group) telah berhasil mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) nya, seperti diketahui Surat Hak Guna Bangunan Nomor 6226, seluas 3.120.000 m2 di Pulau D (Pulau 2A) telah dikeluarkan oleh BPN Kota Jakarta Utara, tertanggal 24 Agustus 2017, yang ditandatangani Kasten Situmorang, SH, selaku Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara berdasarkan Surat Keputusan No. 23-08-2017-1897/HGB/BPN-09.052017 dan Surat Ukur No. 00976/KamalMuara/2017, yang diberikan kepada PT.Kapuk Naga Indah.
Hal ini jelas melangar Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah (“Perka BPN 2/2013”), yang menyebutkan bahwa pemberian hak atas tanah dalam Perihal Hak Guna Bangunan, yakni; pemberian hak guna bangunan untuk orang perseorangan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 3.000 m2 (tiga ribu meter persegi); pemberian hak guna bangunan untuk badan hukum atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 20.000 m2 (dua puluh ribu meter persegi); dan pemberian hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan.
Sedangkan Kepala Kanwil BPN memberi keputusan mengenai : pemberian hak guna bangunan untuk orang perseorangan atas tanah yang luasnya lebih dari 3.000 m2 (tiga ribu meter persegi) dan tidak lebih dari 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi); pemberian hak guna bangunan untuk badan hukum atas tanah yang luasnya lebih dari 20.000 m2 (dua puluh ribu meter persegi) dan tidak lebih dari 150.000 m2 (seratus lima puluh ribu meter persegi).
Sedangkan pengamat dan juga seorang arsitektur, Elisa Sutanudjaja menilai, HGB yang diterbitkan tersebut atas nama PT.Kapuk Naga Indah, sangat membingungkan. Padahal Perda terkait tata ruang hingga kawasan Pantura saja masih dalam bentuk Raperda, ujar Elisa yang pernah dipercaya oleh Unesco memegang proyek dengan nilai 1 juta US Dollar, untuk revitalisasi kota tua dan situs Museum Dunia untuk Indonesia dan Afganistan ini.
Disisi lain pengamat Marco Kusumawijaya mempertanyakan “sepak terjang” Pemprov DKI dan para pengembang proyek reklamasi ini, yang menggunakan mesin waktu yang terbalik seperti menimbun tanah tanpa zonasi, membangun ruko tanpa IMB, setelah itu baru HPL dibuat dan HGB diterbitkan dalam waktu sangat cepat. Situasi ini sangat mengherankan dan patut dicurigai ada apa sesungguhnya.
Kepala Badan Pengelola Aset Daerah Jakarta Ahmad Firdaus mengatakan dengan terbitnya sertifikat tersebut, pemerintah Jakarta menjadi pemilik sah pulau reklamasi itu. Proyek reklamasi menguntungkan karena pemerintah tak keluar uang sepeser pun. Selain itu, pemerintah tetap dapat lahan sebesar 5 persen dari luas lahan pulau reklamasi.
Firdaus mengaku tak tahu-menahu ihwal sertifikat HGB. Ia menjelaskan, HGB baru bisa diurus setelah HPL terbit serta sudah ada perjanjian kerja sama antara pemerintah dan pengembang yang mengatur hak dan kewajiban kedua pihak. Saat ini, pemerintah baru meneken kerja sama dengan Kapuk Naga Indah untuk Pulau D saja.
Sebaliknya, anggota DPRD Prabowo Soenirman juga berkukuh pembahasan baru akan dimulai jika pemerintah pusat sudah mencabut ‘Moratorium Pembangunan Reklamasi’. Seperti diketahui, pemerintah menghentikan sementara reklamasi sampai pengembang memperbaiki izin lingkungannya.
Prabowo tak mempersoalkan pemberian sertifikat pulau reklamasi kepada pemerintah DKI. Namun politikus Gerindra itu menegaskan lahan Pulau D (juga Pulau C) di Teluk Jakarta tetap tak bisa digunakan karena belum berizin. Artinya, kalau belum jelas peruntukannya berarti tidak boleh ada bangunan di pulau.
(tjo; foto ist